Perkenalan
Krisna-Yasser-Yudhi-Alix |
Kali ini kami melakukan perjalanan jalan darat kedua kalinya. Perjalanan ini kami lakukan pada 18 Desember-30 Desember 2015. Seperti
pada tahun sebelumnya saat kami melintasi Malaysia,Brunei,dsb menggunakan
Nissan Xtrail keluaran tahun 2006. Kru terdiri dari 4 orang yaitu Yasser (44
tahun), Krisna (44 Tahun), Yudhi (43), dan Alix (14 Tahun).Pada kali ini kami
akan menceritakan pengalaman kami melintasi semua bagian Sumatera.
Etape 1
Jakarta – Merak
Membereskan Mobil Sebelum Berangkat |
18 Desember 2015
Pada Jumat,18 Desember 2015 pukul
21.37 kami (Yasser,Krisna,dan Alix) berangkat dari Rukan Taman Aries Niaga
Jakarta. Karena Yudhi masih ada kepentingan,jadi ia menyusul dengan pesawat senin
nanti. Perjalanan padat merayap sampai Rest Area Km.13. Pukul 22.30. Kami
singgah di Rest Area untuk belanja kebutuhan dan isi angin. Perjalanan
dilanjutkan menuju Merak pukul 22.50.
Perjalanan lancar
sampai Gerbang Tol Merak. 19 Desember 2015 Pukul 00.10 sampai di Gerbang tol
Merak. Kami melanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan. Pelabuhan Merak pada waktu
itu cukup padat akan mobil dan bus yang akan menyebrang selat sunda itu.
Dari kiri: Krisna,Yasser, Alix |
Etape 2
Bakauheni – Jambi
19 Desember 2015
Pukul 3.45 kami merapat di Pelabuhan
Bakauheni. Kami memutuskan melintasi Provinsi Lampung dengan Jalur pantai
lintas timur. Kami mampir shalat subuh di masjid di daerah Kampung Bali 15 Km
dari Pelabuhan Bakauheni. Pukul 5.00 perjalanan dilanjutkan
Jalan pantai lintas timur cukup baik.
Banyak kata orang jalan itu merupakan jalan yang rawan akan perampok. Namun,
sepertinya saat kami melintasinya Alhamdulillah tidak terjadi apa-apa karena
pada waktu itu saat musim liburan. Jalannya sangat baik sampai daerah dekat
persatuan jalan utama (Jalan Lintas Timur) yang dari Bandar Lampung. Jalan
disana berlubang cukup parah. Saran kami saat melewati jalan itu, yaitu
mengikuti bus/truk yang sudah sering melewati jalan itu, sehingga mereka sudah
tau letak lubang-lubang yang rawan. Lalu banyak ditengah jalan orang-orang yang
meminta sumbangan. Bukannya kenapa, tapi saat jalan mulus dan berkecepatan
tinggi, tiba-tiba kami dikejutkan dengan tong-tong minyak besar yang ditaruh di
tengah jalan.
Rumah Makan 1991 (sumber:google) |
Jalan Lintas Timur Sumatera sangat
ramai akan mobil pribadi, bus, dan Truk. Pukul 8.15 kami mampir sarapan di Rm.
1991 di daerah Tulang Bawang. Kami makan soto babat untuk mengenyangkan lapar.
Hal pertama yang kami lihat adalah kejorokan dari warung makan ini. Ada jutaan
lalat di meja yang kami tempati untuk makan. Memerlukan 4 lilin diatas meja agar
lalat pindah. Sotonya rasanya biasa saja. Warung makan ini tidak kami
rekomendasikan untuk disinggahi. Saran kami untuk lebih memilih warung makan
yang akan disinggahi saat di Sumatera, karena warung makan di Sumatera
cenderung lebih jorok tidak seperti yang ada di Jawa.
Pukul 8.45 kami melanjutkan
perjalanan. Jalan lintas timur menuju Palembang buruk. Banyak lubang-lubang.
Setelah melewati perbatasan Prov.Lampung-Prov.SumSel, sebelum kota Kayu agung,
pada pukul 12.20 kami mampir makan durian di pinggir hutan karet di pinggir
jalan. Pukul 12.50 perjalanan dilanjutkan.
Pukul 13.34 Kami mampir shalat dzuhur
dan ashar di masjid agung Nurussa’adah. Di Kota Kayu agung pukul 14.20 kami singgah makan di R.M Istana
Raso yaitu rumah makan masakan padang. Tempatnya lebih bersih dibandingkan
dengan R.m 1991. Pukul 15.00 perjalanan
dilanjutkan. Pukul 18.20 kami singgah Shalat maghrib dan isya di Masjid Agung
Darussalam di daerah Musi banyuasin (114 Km Dari Palembang). Pukul 18.40
Perjalanan dilanjutkan menuju Jambi.
Jembatan Makalam, Jambi |
Pukul 21.48 kami sampai di Kota
Jambi. Di Jambi kami bertemu dengan supir taksi langganan Yasser yaitu Pak
Bujang. Pak Bujang sudah sering mengantar Yasser dengan taksinya dari Jambi ke
Muara Bungo PP. Jadi untuk menghemat tenaga kami memutuskan Pak Bujang akan
menyupiri kami sampai Pekanbaru. Pak Bujang menyetujui itu. Sebelum berangkat
ke Pekanbaru, kami makan malam di R.M. Martabak Roxy. Kami makan masakan melayu
yang dinamakan Nasi Minyak. Nasi Minyak tidak beda jauh dengan Nasi Gurih yang
dimakan bersama kari kambing.
Nasi Minyak |
Krisna dan Pak Bujang |
Etape 3
Jambi – Parapat
20 Desember 2015
Setelah makan malam, pada pukul 22.35
kami bertolak dari Kota Jambi menuju Pekanbaru. Kami jalan malam pada waktu
itu. Jarang kami melihat mobil/bus/truk yang melewati jalan itu. Jalannya cukup
baik, dan jalannya banyak berbelok-belok. Kami mampir shalat subuh di musholla
di daerah yang kami tidak ketahui.
Sate Rusa |
Pada hari Minggu,20 Desember 2015 pukul
9.00 kami memasuki Kota Pekanbaru. Kami sarapan di Warung makan Era 51 . Kami
berempat disajikan Nasi Goreng Rusa dan Sate Rusa. Pukul 10.00 kami
mengantarkan Pak Bujang ke Bandara untuk pulang ke Jambi.
Pada awalnya kami berencana untuk
menginap semalam di Pekanbaru, Namun karena tanggung kami bertolak dari
Pekanbaru menuju Parapat, Sumatera Utara ( Danau Toba). Selama perjalanan kami
singgah di daerah Rokan Hilir untuk makan nanas di pinggir jalan. Lalu, kami
mencari masjid terdekat untuk Shalat dzuhur dan ashar. Kami menemukan sebuah
masjid besar di pinggir jalan. Masjid Nur Effendi namanya. Masjid yang besar
itu sangat sepi entah kenapa.
Kami melanjutkan perjalanan dari Masjid pada
pukul 14.55.
Selama perjalanan kami sering melihat
tambang minyak bumi di kiri-kanan jalan. Dan kebanyakan Minyak Bumi kepunyaan
PT.Chevron. Kami berhenti lagi di Warung makan Mie Aceh pada pukul 18.05
sekalian isi perut dan sekalian Shalat Maghrib dan isya. Pukul 18.30 kami
melanjutkan perjalanan.
Menurut Google Maps jalan menuju
Parapat bukan jalan utama. Kami tahu kalau GMaps akan menunjukkan rute
tercepat, namun jalan yang ditunjukkan GMaps yaitu melewati desa-desa dan
kampung-kampung. Karena ragu kami tetap melewati jalan lintas timur sumatera.
Akhirnya kami belok di persimpangan di daerah Lima Puluh. Persimpangan tersebut
merupakan jalan utama menuju Pematang Siantar dan kearah Danau Toba.
Jalan Menuju parapat |
Pukul
1.30 kami sampai di Kota Parapat. Meskipun sudah dini hari, jalan menuju
Parapat masih sangat ramai. Jalan dipenuhi oleh travel yang kebanyakan mobil
Mitsubishi L300 yang pergi dan berasal dari Pematang Siantar. Karena kami
mengunjungi Danau Toba saat musim liburan, kami kesulitan untuk mencari
penginapan. Banyak orang naik motor yang berkeliaran tengah malam untuk
menawarkan kamar kosong sewaan. Namun kami menolak tawaran orang-orang
tersebut. Akhirnya kami mendapat kamar di Pandu Hotel. Pandu Hotel terletak
tepat di pinggir Danau Toba. Kami akhirnya bisa istirahat di kamar untuk
pertama kalinya dalam perjalanan.
Kamar Pandu Hotel ( sumber:google) |
Etape 4
Parapat – Medan
21 Desember 2015
Kami bangun
pagi untuk menikmati pagi hari di pinggir Danau Toba. Kami sarapan nasi goreng
di restoran hotel. Setelah kami bersiap-siap, pukul 9.00 kami check out hotel
dan berangkat menuju Medan. Melainkan melewati Pematang Siantar lagi, kami
melewati jalan yang tidak lazim yaitu menuju Brastagi menyusuri pinggir Danau
Toba. Pemandangan Danau Toba yang indah terlihat dari sisi sisi jalan.
Saat kami sedang
menikmati keindahan alam Danau Toba, kami dikejutkan dengan bangunan aneh
disebelah kanan jalan. Kami berhenti untuk melihat bangunan tersebut. Bangunan
tersebut berbentuk ikan dan bangunan yang satu lagi menyerupai rumah adat batak
yang sangat besar. Kami sangat penasaran, sehingga kami masuk ke dalam kedua
bangunan tersebut.
Kami bertemu dengan salah satu penjaga bangunan tersebut. Katanya, bangunan-bangunan ini akan digunakan sebagai hotel. Hotel ini dibuat oleh Pemda setempat untuk menarik turis. Namun anehnya Pemda setempat tidak pernah meresmikan bangunan kosong ini sejak 20 tahun yang lalu. Penjaga hotel ini dibayar selama 20 tahun untuk menjaga bangunan kosong ini. Setelah mendapatkan informasi , kami melanjutkan perjalanan. Saat kami menuju mobil, karena hotel tersebut berada tepat di pinggir hutan, kami bertiga masih bisa mendengar suara-suara kera yang bersahutan didalam hutan.
Setelah itu, kami
singgah di tempat wisata yang bernama Puncak Panatapan Simarjarunjung. Disana
terdapat panorama yang cantic untuk berfoto-foto. Dengan membayar Rp.10,000
kami puas untuk berfoto-foto di tempat tersebut.
Pemandangan Panatapan Simarjarunjung |
Kami singgah di Ibukota
Kabupaten Karo, Kabanjahe untuk makan siang di
Warung makan yang kami pilih. Kami mendapat saran dari seorang teman,
kami direkomendasikan untuk mencoba kopi susu khas Kabanjahe. Memang saat kami
mencoba kopi susu pada warung makan tersebut, kopinya sangat enak dan kental.
Kami juga merekomendasikan kopi susu Kabanjahe untuk dicoba.
Kami tidak singgah di
kota Brastagi dan langsung menuju Medan. Karena Kota Brastagi diapit oleh kedua
Gunung Sibayak dan Sinabung, jalan menuju Medan disuguhkan oleh pemandangan
bukit-bukit, jalan yang berkelok,dan Kabut. Jalan menuju Medan ramai, dipadati
oleh mini bus,bus, dan motor.
Jalan yang berliku liku |
Berkabut |
Pukul 18.20 kami sampai
di Kota Medan dan langsung menuju Grand Aston City Hall Hotel yang sudah kami
booking saat perjalanan. Karena sudah lelah kami tidak sempat untuk makan
malam, dan tidur terlelap.
Medan, 22 Desember 2015
Merdeka Walk |
Keesokan paginya, kami terpaksa belum
bisa melanjutkan perjalanan , karena Yasser ada urusan ia terpaksa terbang ke
Jakarta. Maka hanya kami (Alix dan Krisna) berdua di Medan. Kami berdua
berencana mendatangi tempat-tempat wisata di Kota Medan.
Pukul 10 pagi kami berdua memutuskan
untuk jalan kaki dari hotel menuju tempat yang pertama yaitu Tjong A Fie Mansion.
Tjong A Fie Mansion adalah peninggalan rumah tua dari Tjong A Fie yaitu
pengusaha kaya asal tiongkok yang hidup
di Medan. Rumah Tjong a fie ini sangatlah besar. Perlu 1-2 jam untuk
mengeksplor setiap serambi rumah. Terdapat 5 ruang tamu yang berbeda di dalam
rumah ini , dan terdapat lantai dansa pribadi. Untuk memasuki Tjong a fie
mansion cukup membayar Rp.35,000 untuk turis lokal sudah termasuk Guide, kita
juga dapat memberi tip pada guide. Tjong a fie mansion adalah tempat wisata
yang paling kami rekomendasikan di Kota Medan.
Tampak Depan Rumah |
Lantai Dansa |
Masjid Raya Al-Mashun |
Sesampai di Istana Maemun , tampak
luar dari Istana ini sangat menarik. Namun saat masuk ke dalam, dalam dari
istana ini sangat bau. Karena keramaian bau badan ini sangat mengganggu kami
saat disana. Menurut kami Istana Maimun itu adalah bangunan bersejarah, bangunan
pada abad 19 , dan menurut kami bangunan tersebut tidak terawat dengan baik. Di
dalam Istana Maimun hanya terdapat warung souvenir dan sebuah singgasana sultan
deli yang hanya untuk foto-foto saja. Di sebuah warung souvenir disana
menyewakan baju adat deli untuk mengambil. Dalam benak kami, kami seakan-akan
mengunjungi studio foto yang hanya untuk tempat foto-foto saja. Walaupun hanya
dengan membayar Rp.5000,- kami meninggalkan Istana Maimun yang direkomendasikan
banyak orang dengan kecewa.
Tampak Luar Istana Maimun |
Tampak Dalam Istana Maimun |
Kami tidak punya ide untuk pergi
kemana lagi. Kami akhirnya memutuskan untuk pergi ke Museum Sumatera Utara.
Sebenarnya layaknya museum biasanya terdapat koleksi-koleksi bersejarah namun
tentang Sumatera Utara. Direkomendasikan untuk pelajar-pelajar yang mencari
edukasi, namun sepertinya tidak cocok bagi tempat wisata.
Salah satu benda di dalam museum |
Kami memutuskan untuk balik ke hotel
dengan becak sewaan dari Tjong A Fie Mansion tadi. Pengemudi becak yang kami
naiki sangat baik. Ia sangat hafal dengan jalan-jalan di Kota Medan. Kami
mengobrol banyak dengan tukang becak tersebut. Kami turun di jalan di Merdeka
Walk untuk mencari makan karena belum makan siang.
Lalu kami menuju hotel dan berenang
untuk refreshing. Lalu kami beristirahat dengan lelap.
Etape 5
Medan – Banda Aceh
23 Desember – 24 Desember 2015
Kami bangun pagi dan
sarapan di restoran di Hotel menunggu kedatangan Yasser dan Yudhi dari Jakarta.
Kami bertemu di kamar dan langsung packing dan bersiap menuju Banda Aceh. Pukul
10.06 kami checkout dari Hotel dan menuju Sun Plaza Mall untuk berbelanja
kebutuhan. Perjalanan kami terhambat karena macetnya Kota Medan saat itu. Kami
baru sampai Sun Plaza pukul 11.20. Kami berbelanja kebutuhan dan makan siang.
Pukul 13.15 kami berangkat menuju Banda Aceh. Banyak orang-orang sana yang berkata kalau jalan dari Medan Ke Banda Aceh sangat rawan akan tentara GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Pak bujang dan tukang becak di Medan juga berkata seperti itu. Dengan percaya diri kami melewati jalan tersebut pada malam hari pula.
Ditengah
perjalanan kami distop oleh polisi di depan Polres Aceh Tamiang. Kami
menunjukkan surat-surat yang lengkap, namun bapak polisi tersebut menyuruh
Yasser untuk turun dan dibawa menuju ke dalam Polres. Yasser dan Krisna turun
dan masuk ke dalam Polres Aceh Tamiang. Didalam kami mendapat sebuah kertas
bertuliskan kendaraan masuk ke dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalaam. Ternyata
kendaraan yang bernomor kendaraan selain BL (No.kendaraan aceh) harus melewati
checkpoint semacam ini. Semacam VISA kami diberi tariff Rp.50,000 yang kami
tidak tahu diperuntukkan untuk apa.
Kami singgah di Kota
Langsa untuk Shalat Maghrib dan ngopi aceh dan makan nasi bebek didekat Masjid
raya Langsa. Kami bertemu dengan Kopi Aceh dan ketagihan. Kopi Aceh ini
warnanya seperti teh dan tidak ada ampasnya sama sekali karena disaring
beberapa kali. Lalu kami makan Nasi Bebek khas Aceh, ada 2 jenis masakan bebek
yaitu putih dan merah. Walaupun bebeknya agak alot kami menikmati hidangan
tersebut.
Masjid Raya Langsa |
menikmati kupi aceh |
Setelah isi perut kami melanjutkan perjalanan. Tidak banyak yang bisa kami lihat karena gelap gulita. Yang kami perhatikan yaitu bus dari Medan-Banda Aceh atau sebaliknya pada kaca depannya terdapat seperti jaring-jaring Beberapa bus yang lalu-lalang kami perhatikan hampir semuanya memakai jaring-jaring.
Bus dengan jaring-jaring (sumber:google) |
Kami sampai Banda Aceh
pukul 05.15 dan langsung menujuTa Masjid yang cukup bersejarah di Aceh yaitu
Masjid Agung Baiturrahman. Arsitektur
dari masjid ini sangat indah, masjid ini sangat besar. Kami takjub terhadap masjid
yang megah itu. Namun sayang, kami tidak bisa melihat ke seluruh bagian masjid
karena direnovasi.
Tampak luar Masjid Baiturrahman |
Tampak Dalam Masjid |
Megahnya Masjid Baiturrahman |
Sesampai di pelabuhan kami melihat sudah banyak kendaraan yang mengantre. Kami bertanya dimana membeli tiket, karena semua loket tutup, dan kapal ferry sudah merapat. Kami bertanya pada salah satu pengendara yang mengantre dengan kendaraan pribadinya. Katanya ia sudah membeli tiket 2 hari yang lalu dan baru bisa diberangkatkan sekarang. Kami kecewa tidak bisa membawa X-trail kami ke Kilometer 0 Indonesia. Jadi terpaksa kami menyeberang ke Sabang tanpa mobil.
Loket sudah buka, Krisna mengantre tiket dan mendapatkan tiket untuk Ferry Roro pukul 10 pagi. Menunggu keberangkatan kapal, kami mencoba mencari penginapan dan penyewaan transportasi di Sabang. Kami kesulitan setelah beberapa kali menelpon penginapan bahwa sudah penuh. Penyewaan transportasi juga sudah penuh. Akhirnya kami mendapat mobil sewaan beserta supir di Sabang. (Alix, 2016)
Komentar
Posting Komentar